Cukai Rokok Berkontribusi pada Pemiskinan

Kebijakan cukai rokok saat ini melenceng dari filosofi pemberlakuan cukai.
PENAIKAN tarif cukai rokok yang dilakukan pemerintah dinilai terlalu kecil dan lambat. Hal itu ikut berkontribusi pada pemiskinan masyarakat.Demikian disampaikan oleh Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi dan peneliti lembaga demografi FEUI Abdillah Hasan dalam diskusi di Jakarta, kemarin.Tulus mengatakan, sistem cukai rokok yang dilakukan pemerintah Indonesia merupakan salah situ faktor pemicu pemiskinan masyarakat.Kebijakan cukai rokok saat ini, menurutnya, melenceng dari filosofi pemberlakuan cukai yang merupakan pajak dosa {sin tax) dari produk-produk yang dinilai membawa efek buruk bagi masyarakat.Alih-alih digunakan untuk menanggulangi dan membatasi konsumsi rokok, tudingnya, pemerintah justru memakai hasil cukai untuk memberdayakan industri rokok.Penaikan cukai rokok hingga maksimal sebesar 57% pun di-anggap Tulus terlalu kecil dan lambat. Alhasilrharga rokok di Indonesia termasuk yang paling murah bila dibandingkan dengan negara-negara lain sehingga masyarakat kecil terus membeli dan mengisap rokok.

“Praktik penaikan cukai di Malaysia dan Thailand sudah 75%,” ucap Tulus.Keterangan Tulus diperkuat oleh penyampaian Abdillah, bahwa pada 2009 jumlah rumah tangga termiskin yang menghabiskan pendapatan mereka untuk rokok meningkat dari 2005. Menurut data Survei Ekonomi Sosial Nasional, pada 2009 terdapat 57,1% rumah tangga termiskin yang memiliki pengeluaran untuk membeli rokok. Persentase itu naik dari hasil survei serupa pada 2005, yaitu 40,74%. Adapun rata-rata pengeluaran rumah tangga tersebut sekitar Rp500 ribu per bulan.”Sejak 2005 hingga 2009, pengeluaran untuk rokok secara konsisten merupakan yang terbesar kedua setelah untuk makanan pokok,” kata Abdillah. Ironisnya, pengeluaran rumah tangga untuk rokok enam kali lipat lebih besar ketimbang pengeluaran untuk pendidikan.Menurutnya, salah satu indikasi kegagalan cukairokok adalah harga jual eceran minimal sigaret keretek tangan golongan 3 yang konsisten Rp234 per batang. “Harga rokok lebih murah dari permen,” kata dia.Selain itu, juga jumlah perokok yang makin meningkat.Ia pun setuju jika cukai rokok ditingkatkan untuk memaksa produsen menaikkan harga.

Peta industri

Berdasarkan UU No 39/2007 Pasal 66A ayat 1 tentang Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau, penerimaan negara dari cukai hasil tembakau akan dibagikan kepada provinsi penghasil cukai sebesar 2%, atau pada 2010 lalu sekitar Rpl,l triliun. “Dana itu digunakan untuk peningkatan kualitas ba-han baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial dan sosialisasi di bidang cukai, dan pemberantasan kena cukai ilegal,” imbuh Abdillah.Adapun pemerintah sudah menegaskan akan menaikkan tarif cukai rokok di kisaran 8,3%-51,l%, atau rata-rata 16! mulai 1 Januari 2012. Penaikan cukai ditentukan atas dasar jenis rokok dan kelompok produksi dengan tujuan me-ngelompokkan industri rokok kecil, menengah, dan besar.Menurut Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar, penaikan tarif cukai rokok sejalan dengan peta industri hasil tembakau. Dalam peta itu, produksi rokok akan dibatasi 260 miliar batang per tahun mulai 2015. Hal ifu sesuai dengan prioritas 2015-2020 pada aspek kesehatan. (ML/Ant/E-2)insan@mediaindonesia.com
By. Insan Akbar Krisnamusi

Print Friendly, PDF & Email
line