Larangan Merokok di Gedung Mulai Diberlakukan

JAKARTA (Suara Karya) Pemprov DKI Jakartamelalui Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah(BPLHD), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), danPenyelidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), mulai Jumat(hari ini, 1 April 2011) memberlakukan sanksi bagipengelola gedung yang membandel, melanggarPeraturan Gubernur (Pergub) Nomor 88 Tahun 2010tentang Kawasan Dilarang Merokok.Bagi pengelola gedung yang membiarkan masyarakat merokok di dalam gedung (tidak terkecuali restoran, hotel, mal, dan tempat hiburan), maka sanksi pertama adalah peringatan keras tertulis.

Bila dalam satu bulan diinspeksi mendadak (sidak) temyata tidak ada perbaikan, maka sanksi kedua yakni pengumuman di media massa sebagai sanksi moral. Bila masih membandel, dikeluarkan sanksi ketiga, yakni penghentian sementara izin operasi restoran, hotel, mal, tempat hiburan, dan gedung-gedung lain. Jika tidak ada niat baik, maka sanksi keempat dikenakan, yakni izin tempat hiburan, restoran, hotel, ma] dan kantor tersebut akan dicabutKepala Satpol PP DKI Ef-fenndi Anas mengatakan, Sat-pol PP siap mendukung setiap penertiban yang melanggar perda dan pergub.”Kami siap mem-back-up razia, penindakan hukum pelanggar Perda Nomor 2 Tahun 2005 dan Pergub Nomor 88 Tahun 2010 tentang Larangan Merokok di Dalam Gedung,” ujar Effendi Anas di Jakarta, kemarin.

Sementara itu, BPLHD DKI mencatat, sebanyak 92 gedung di lima wilayah menyandang predikat buruk terkait masalah penegakan hukum kawasan dilarang merokok (KDM). Kepala BPLHD DKI Peni Susanti mengatakan, ke-92 gedung berpredikat buruk itu terdiri dari gedung perkantoran maupun mal. Sanksi diberikan kepadapengelola dan bukan kepada perorangan. Karena, jika sanksi itu dikenakan bagi perorangan, tentu akan lebih sulit dikenakan dibanding jika diberikan kepada pengelola gedung.”Kalau perorangan sulit, karena butuh bukti, seperti puntung rokok. Lebih efisien jika pengelola gedung yang dikenakan sanksi,” kata Peni, Kamis (31/3).Ia mengatakan, sejak disosialisasikan selama enam bulan terakhir atau sejak Oktober 2010 sudah ada pemahaman yang lebih baik dari warga Jakarta. Bahkan, pusat pengadu-an yang dibuka BPLHD menerima sebanyak 169 pengaduan lokasi yang masih belum melaksanakan pengawasan bebas rokok.Kepala Bidang Penegakan Hukum (Kabidgakum) BPLHD DKI Provinsi DKI Ridwan Pan-jaitan menambahkan, ke-92 gedung itu hingga saat ini masih dalam tahap pemberitahuan dan belum dijatuhi sanksi, sehingga pihaknya belum bisa mengumumkan siapa sajakah ke-92 gedung itu. “Sekarang masih pemberitahuan ke mereka. Sanksi belum kami berikan, makanya belum kami umumkan,” katanya.BPLHD, kata Ridwan, telah melakukan beberapa tahapan penegakan hukum KDM, di antaranya pengelola gedung akan diberi peringatan tertulis.

Terkait larangan kawasan tanpa rokok, lebih kurang 500 orang pekerja tempat hiburan di DKI menggelar demonstrasikepada Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri yang pada Januri 2011 mengeluarkan keputusan bersama tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok. Peraturan Bersama (Perma) Nomor 7 Tahun 2011 tersebut bisa berdampak kepada perekonomian masyarakatKordinator aksi Zulvan Kurniawan menyatakan, perma tersebut aneh. Sebab, sesungguhnya dalam Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan Nasional tidak dikenal bentuk tipologi perma semacam ini. Dengan begitu, perma ini bersifat imbauan atau normatif belaka dan tidak memiliki kekuatan hukum yang memaksa, sehingga produk perma tersebut adalah cacat hukum.Selain itu, Perma tersebut juga dinilai oleh Zulvan sangat diskriminatif, karena hanya berdasarkan pada isu soal kesehatan yang sebenarnya masih bisa diperdebatkan. “Kebenaran argumentasi perma yang didasarkan pada isu soal kesehatan juga perlu dipertanyakan, karena isu kesehatan sebenarnya masih debatable. Lebih jauh regulasi ini telah menyingkirkan dimensi lain dalam rokok, seperti sosial, ekonomi, dan budaya,” ujar Zulvan Kurniawan, kemarin.Lahimya Perma Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2011 ini menunjukkan bahwa Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan telah mengabaikan kontribusi sangat besar yang selama ini telah diberikan oleh keberadaan pabrik kretek nasional, baik itu secara sosial, ekonomi, maupun budaya. Lahimya peraturan bersama ini mengisyaratkan bahwa pemerintah mengabaikan adanya penerimaan APBN nasional melalui pajak dalam jumlah yang sangat besar dan abai terhadap adanya serapan tenaga kerja dalam jumlah yang besar.

Yon Pujiyono

Print Friendly, PDF & Email
line