Pemerintah Diminta Naikkan Cukai Rokok
Sumber media : Media Indonesia
By. Tlc/H-2
PEMERINTAH disarankan untuk tidak ragu menaikkan cukai rokok menjadi 57% dari harga jual eceran (HJE). Cukai 57% merupakan tingkat maksimal yang diperbolehkan LU No 39/2007 tentang Cukai.Dengan menaikkan cukai di tingkat maksimal, jumlah perokok diprediksi bakal turun sebanyak 6,9 juta orang dan jumlah kematian akibat rokok turun hingga 2,4 juta. Di sisi lain, naiknya cukai akan meningkatkan penerimaan negara sebanyak Rp50,l triliun.”Peningkatan cukai ialah win-win solution. Selain konsumsi rokok dan. kematian akibat rokok menurun, pendapatan negara juga naik,” ujar peneliti Lembaga Demografi Ul Abdillah Hasan, di Jakarta, kemarin.Sejak 2009 Indonesia menggunakan sistem cukai spesifik, yakni cukai ditetapkan per batang rokok. Pada 2012, tarif cukai rokok naik 9%, dari 42% menjadi 51%.
Namun, tarif cukai sangat bervariasi, mulai dari yang terendah Rp75 per batang untuk sigaret keretek tangan (SKT) golongan III hingga tertinggi Rp365 untuk sigaret putih mesin (SPM) golongan I.Sistem cukai rokok di Indonesia, ungkap Abdillah, dibuat sangat rumit. Se-lain rumit, sistem cukai juga terbukti tidak berhasil menekan jumlah perokok. Itu bertentangan dengan tujuan pemberian cukai sesuai UU No 39/2007, yakni mengendalikan konsumsi rokok.Gagalnya upaya pengendalian perokok lewat penaikan cukai terlihat dari data Kementerian Kesehatan (Ke-menkes). Kemenkes menyatakan rata-rata cukai per batang meningkat dari Rp254,07 menjadi Rp283,25. Namun, data Kemenkes mencatat prevalensi jumlah perokok pria meningkat dari 65,7% (2010) menjadi 67,4% (2011) dan perempuan dari 4,2% (2010) menjadi 4,5% (2011).
Tidak berhasilnya penaikan cukai menekan konsumsi merokok itu, menurut Abdillah, karena penaikan cukai tak sesuai dengan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, iklan rokok juga dibebaskan sehingga industri rokok selalu mendapat perokok baru. “Karena itu, iklan rokok harus dibatasi,” ujarnya.Pembatasan iklan rokok mendapat dukungan dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). “Iklan rokok dan sponsor rokok hendaknya dilarang tayang di televisi karena dapat masuk ke ruang keluarga,” cetus komisioner KPI Nina Armando. (Tlc/H-2)