Kontribusi Iklan Rokok untuk PAD Cuma Mitos

Kontribusi pada PAD melalui pajak iklan dan reklame produk ternyata sangat kecil bahkan tak berarti.
PELAKU industri rokok di Indonesia kerap “mengancam” pemerintah daerah yang berniat menghentikan berbagai bentuk iklan, promosi dan sponsor rokok secara menyeluruh. “Jika iklan rokok dilarang, daerah akan defisit karena menurunnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan total pendapatan daerah,” demikian kata mereka.Dalam beberapa tahun ancaman itu terbukti sukses memengaruhi daya pikir pejabat daerah. H.un.i sebagian kecil yang mau melanjutkan program pelarangan iklan rokok di kawasannya. Sebut saja. Jakarta dan Bogor. Meski dalam pelaksanaannya belum total, terbatas di kawasan-kawasan tertentu saja.Sementara, daerah-daerah lainnya memilih untuk bersikap pasif sembari mengawasi.Hasil penelitian Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia bekerja sama dengan Tobacco Control Support Centre (TCSC)-Dcatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (lAKMD, di tiga kota besar Indonesia membuktikan pernyataan itu mitos belaka.

Sebaliknya, penelitian itu membuktikan bahwa kontribusi iklan rokok pada pendapatan daerah melalui pajak iklan dan reklame produk, sangat kecil. Hanya berkisar 0,12 persen hingga satu persen.”Mitos itu terbukti sama sekali tidak benar. .Yang benar, iklan rokok sukses mengasdsiasi-kan tembakau ke masyarakat. Terutama anak-anak muda, remaja dan perempuan ang menjadi target mereka saat ini,” kata Ketua TCSC, Alex Papilaya dalam diskusi interaktif bertema “Studi tentang. Pendapatan Daerah dari Advertensi Tembakau di Kota Semarang, Surabaya, dan Pontianak”, di Jakarta (15/6).Penelitian itu Juga menunjukkan besar persentase pajakdari iklan rokok di tiga kota besar tersebut, cenderung menurun. Seperti yang ditemui di Semarang, pada tahun 2008 jumlah pajak iklan rokok hanya 0,15 persen dari total pendapatan daerah. Tahun selanjutnya, besar persentase menurun menjadi 0,12 persen.Begitu pula dengan Pontianak, pada tahun 2009 berkontribusi sebesar 0,24 persen dan turun menjadi 0,20 persen dari total pendapatan .daerah pada tahun selanjutnya. Sedikit berbeda dengan kondisi Surabaya, kontribusi iklan rokok pada PAD tahun 2010 meningkat menjadi 1,01-persen dari tahun sebelumnya yang hanya 0,91 persen.

Menurut Alex, perbedaan itu dipengaruhi kondisi kependudukan Kota Semarang sebagai kota terbesar kedua setelah Jakarta. Juga karena sebagian besar produksi tembakau di Indonesia berasal dari Surabaya. Wajar jika ditemukan baru ak industri rokok di kota ini.Lalu bagaimana dengan Jakarta? Hasil studi Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) menemukan kontribusi pajak reklame rokok berada di peringkatke-10. Satu tingkat di bawah pemasukan pajak parkir.”Selain kecil, hanya sebesar Rpl 4 miliar dari total pemasukan pajak yang mencapai RplO triliun, trennya juga menurun,” kata Ari Subagio Wibowo, Wakil Ketua Bidang Operasional FAKTA kepada Jumal Nasional.Sebaliknya, tren pendapatan dari pajak iklan produk non-rokok di keempat kota besar tersebut sangat menjanjikan. Peningkatan terus terjadi dari tahun 2008 hingga 2010 lalu. Dengan demikian melihat kecilnya kontribusi pajak produk rokok ke PAD, maka tidak ada hambatan bermakna bagi pemda untuk segera menerapkan larangan iklan rokok dalam berbagai bentuk di kawasannya.

Komitmen Pemda

Pemerintah daerah Bogor merupakan salah satu kota di Indonesia yang menerapkan larangan iklan produk rokok di kawasannya Peraturan tersebut telah berjalan setidaknya selama lima tahun. Mitos PAD akan terganggu, temyata ndak terbukti selama larangan tersebut berjalan.Selain pemasukan daerah\ ann tidak terganggu, pengaturan dan pelarangan itu justru memberikan keuntungan lainnya. Di antaranya tidak mencederai hak-hak masyarakat, para pengguna jalan. Sebelumnya ke beradaan billboard produk rokok di sepanjang jalan utama kerap mengebiri hak-hak pengguna jalan, seperti hak estetika.”Kebun raya jadi tidak terlihat, keindahan gunung Salak juga tertutupi,” ujar Wali Kota Bogor Diani Budiarto yang dijumpai di acara yang sama. Selain itu, pada sejumlah kasus keandalan industri rokok dalam memengaruhi perokok baru dan muda melalui iklannya, temyata mencederai hak-hak anggota keluarga lainnya khususnya anak-anak. “Seorang siswa terpaksa dikeluarkan dari .c-kiil.ihnv a karena orang tuanya Mil.ik membayar SPP, akibat harus membeli rokok,” kisahnya.Jelas terlihat bahwa dampak iklan rokok sangat memengaruhi berbagai sisi dimensi kehidupan masyarakat ndak muluk hanya kesehatan. Dan, atas komitmennya tersebut, Bogor telah dua kali mendapatkan penghargaan dari Kementerian Kesehatan.
By. Suci Dian Hayati

Print Friendly, PDF & Email
line