Cukai Rokok Seluruhnya untuk Promosi Kesehatan

Sumber media : The jakarta post

By. D-13

[JAKARTA] Salah satu faktor masih tingginya konsumsi rokok di Indonesia adalah harga rokok yang murah karenarendahnya cukai. Selain untuk mengurangi jumlah perokok, peningkatan cukai rokok seharusnya lebih banyak dipakai untuk promosi kesehatan (promkes).Para pengamat dan pakar kesehatan menyarankan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang diamanatkan dalam UU 39/2007 tentang Cukai sebesar 2% dari total penerimaan cukai atau sekitar Rp 1,5 triliun seluruhnya digunakan untuk promkes. Selama ini dana bagi hasil yang dibagikan ke provinsi penghasil cukai hasil tembakau tersebut sebagian besar untuk infrastruktur, seperti membangun rumahm sakit atau kendaraan operasional.”Seharusnya untuk pengendalian konsumsi rokok dan promosi kesehatan lainnya. Apalagi nanti di 2014 diperkirakan cukai rokok meningkat, ini juga akan menjadi sumber pendapatan baru untuk kesehatan,” kata Abdillah Ah-san, peneliti dari Lembaga Demografi Universitas Indonesia (LDUI) dalam seminar Cukai Rokok Untuk Kesehatan di Jakarta, Selasa (15/1).

Menurutnya, cukai rokok harus dinaikkan secara signifikan, sehingga mengurangi jumlah perokok di Tanah Air. Jika sekarang harga paling mahal adalah Rp 340 per batang dan paling murah Rp 85 batang, LDUI menyarankan menaikkannya menjadi rata-rata Rp 700 per batang. Perhitungannya, LDUI pernah melakukan survei ke 2000 perokok aktif diJawa Tengah dan Jawa Timur tahun 2010, yang menemukan bahwa orang berhenti merokok adalah pada rata-rata harga rokok mencapai Rp 25.000 per bungkus.”Jadi, supaya konsumsi turun, harga rokok harus mencapai Rp 25.000. Sekarang harganya murah antara Rp10.000-Rp 12.000, bahkan termurah Rp 3.000,” ucapnya.Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof Hasbullah Thabrany mengatakan, promkes untuk mengendalikan dampak negatif yang diakibatkan rokok membutuhkan dana besar. Salah satu potensi sumber dana adalah dari cukai rokok. Namun, sejumlah aturan mengenai rokok masih pro bisnis.

Amendemen

Karena itu, perlu diperjuangkan adanya amandemen UU Cukai dari batas maksimal 57% naik menjadi 65% dalam 10 tahun ke depan. Sejumlah negara yang berhasil mengendalikan konsumsi rokok memiliki besaran cukai 65% bahkan lebih.”Ini efektif menurunkan jumlah perokok, dan penerimaan cukai rokok sepenuhnya dipakai untuk kesehatan,” katanya.Ia mengatakan, kenaikan cukai bisa dipakai pemerintah untuk membayar iuran penerima bantuan iuran (PBI) atau penduduk miskin dan tidak mampu serta keluarga pekerja bukan penerima upah atau sektor in-formal pada BPJS Kesehatan 2014 nanti. Juga bisa dipakai untuk meningkatkan fasilitas dan pendidikan olahraga, bahkan untuk merekrut dan melatih 20.000-50.000 penggiat, seperti LSM, wartawan, pensiunan PNS yang turut menyosialisasikan mengenai bahaya rokok.Indonesia, kata Thabrany, belum belajar dari negara lain bagaimana memanfaatkan cukai rokok untuk kesehatan. Di Kali-forma, peningkatan cukai khusus 10 sen per bungkus menjadi 35 sen per bungkus. Dana tambahan dari peningkatan ini digunakan untuk biaya pemgobatan penduduk tidak mampu sebesar 45%, pendidikan kesehatan dan kampanyesehat 20%, riset kesehatan dan tembakau 5%.

Di Taiwan, cukai rokok dinaikkan NTS (USS 0,3) per bungkus, sehingga meningkatkan penerimaan negara tahunann NTS 20 miliar atau sekitar US$600 juta. Dana ini dipergunakan untuk jaminan kesehatan nasional 89%, kendali konsumsi tembakau 3%, pencegahan penyakit 3% dan bantuan keluarga miskin 3%.Di Australia sejak tahun 1987, 30% penerimaan dari cukai untuk promkes dan 30% buat promo olahraga. Di Thailand 2% total cukai untuk promkes, dan Inggris 100% untuk jaminan kesehatan.Sementara di Indonesia, cukai rokok saat ini terendah di ASEAN. Baru sekitar 40% cukai rokok yang meningkatkan pendapatan negara, tetapi konsumsi rokok terus meningkat.Padahal, menurutnya.tahun 2012 diperkirakan Indonesia menghabiskan sekitar Rp 180 triliun sampai Rp 200 triliun untuk rokok. Tetapi, Kementerian Kesehatan hanya kebagian alokasi anggaran hanya Rp 31 triliun, sedangkan penerimaan cukai rokok mencapai Rp 60 triliun di tahun yang sama.

Angka Kematian

Di sisi lain kematian akibat rokok terus meningkat. Tahun 2010 sebanyak 190.260 orang mati, atau sekitar 500 tiap hari akibat konsumsi rokok. Diperkirakan sekitar Rp 300 triliun setahun di masa datang hilang karena rokok.Di Tiongkok, sekitar 1 juta orang mati prematur di tahun 2000 dan diperkirakan menjadi 2 juta di tahun 2020. Perokok aktif menyebabkan sebanyak 137.000 kematian karena kanker paru, dan 191.000 kematian karena penyakit jantung.Sedangkan, dari perokok pasif terjadi 12.000 kematian kanker paru dan 47.000 kematian karena penyakit jantung. “Itulah sebabnya meskipun di Tiongkok tembakau dimonopolipemerintah, mereka tanda tangani Framework Convention Tobacco Control (FCTC) dan aktif kendalikan konsumsi rokok,” kata Hasbullah.Mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kartono Mohammad mengatakan, Indonesia akan menjadi benteng terakhir bagi industri rokok, karena lemahnya aturan. Sebab, di sejumlah negara industri rokok ini mendapatkan tekanan karena ketatnya hukum. [D-13]

Print Friendly, PDF & Email
line