Penayangan Iklan Rokok Ditentang

Bisnis Indonesia, 24 Januari 2014

Konsorsium Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Anak dari Zat Adiktif mendesak pemerintah segera membatalkan Daftar Inventaris Ma-salah (DIM) RUU Penyiaran karena dinilai mengancam demokratisasi penyiaran dan perlindungan anak.Herry Chariansyah, Perwakilan Konsorsium Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Anak dari Zat Adiktif, memprotes salah satu klausul di dalam DIM RUU Penyiaran tersebut yang telah menghilangkan frase zat adiktif dari rokok dan memperbolehkan penayangan iklan rokok di media penyiaran (DIM 707-708).Padahal, berdasarkan Keputusan MK No 19/PUU-VIII/2010 dan UU Kesehatan No 36/2009, jelas disebutkan bahwa rokok merupakan zat adiktif yang merusak kesehatan serta mengancam kehidupan.

 

Menurutnya, pemerintah tidak bisa beralasan mengeluarkan rokok dari golongan zat adiktif hanya karena promosinya yang tidak memperagakan wujud rokok. “Ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak serius melindungi anak-anak dari adiksi rokok. Muncul pula dugaan kuat, keberadaan pasal ini karena adanya intervensi industri rokok terhadap  pemerintah,’’ ucapnya dalam kon-frensi pers, Kamis (23/1).Kartono Mohammad, Ketua Tobacco Control Support Center (TCSC), menuturkan sebagian besar anak-anak menjadi pecandu rokok karena terpengaruh iklan di televisi. Apalagi, iklan yang ditampilkan sangat kreatif, dan bermain di alam bawah sadar dengan menciptakan image bahwa seorang perokok sebagai pria sejati yang ga-gah, gaul, dan senang berpetualang.

 

“Rokok saat ini sudah dikategorikan sebagai zat adiktif. Kaiau miras dan narkoba dilarang, seharusnya pemerintah konsisten melarang rokok. Tapi ini malah diperbolehkan dalam DIM RUU Penyiaran, seolah mengindikasikan pemerintah lebih tunduk pada industri rokok daripada melindungi anak-anak,” tuturnya.Apalagi, sambungnya, menjelang Asean Economy Community 2015, negara-negara di Asean lainnya bersiap-siap melarang cross-border tobacco advertising, sementara Indonesia justru membiarkan penayangan iklan rokok melalui DIM RUU Penyiaran.Jika Indonesia masih tetap membiarkan iklan rokok tayang di media penyiaran, maka ketika Asean sudah menjadi satu komunitas, tayangan televisi Indonesia berpotensi untuk dilarang tayang di negara-negara tersebut.“Tentu ini akan merugikan kita karena kita akan dicekoki tayangan dari negara Asean lainnya,” tuturnya.

 

KEWENANGAN KPI

 

Sementara itu, Nina Muthmainnah Armando, Dosen Ilmu Komunikasi UI yang juga menjabat Komisioner KPI 2010-2013 menambahkan persoalan dalam DIM tersebut ialah adanya pen’gkerdilan kewe-nangan Komisi Penyiaran Indonesia menjadi Komisi Pengawas Isi Siaran (KPIS).Tidak hanya itu, proses perekrutan KPIS juga akan dilakukan oleh menteri dan gubemur. Hal tersebut, sambungnya, sama saja menjadikan KPI sebagai kaki tangan pemerintah, bukan perwakilan publik yang independen.Apalagi, di dalam pasal 6 DIM 109-110, pemerintah seolah ingin menguasai penyiaran dan menjadi regulator yang dominasi sekaligus melakukan pengawasan dan pengendalian atas penyiaran.

Print Friendly, PDF & Email
line