Pembahasan RUU Tembakau Harus Berimbang dan Transparan

Pembahasan RUU Tembakau Harus Berimbang dan Transparan

By. Saiful Rizal

Semua pihak yang terlibat dalam industri tembakau mendapatkan kepastian hukum.

JAKARTA – DPR tengah memasukkan Rancangan Pengendalian Produk Tembakau dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2013. Banyak pihak berharap RUU tersebut dapat dibahas secara transparan. Dengan demikian, ketika RUU itu disahkan menjadi UU, materinya bisa mewakili semua kepentingan baik dari aspek perlindungan kesehatan maupun keoerlangsung industri tembakau nasional.

Ketua Dewan Pembina Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMT1) Muhaimin Moefti mendukung upaya DPRitu. Dia mengaku bersama-sama dengan Pusat Ekonomi Kerakyatan (Pustek) Universitas Gadjah Mada (UGM) telah menginisiasi, mengusulkan, dan menyerahkan draf RUU Pengendalian Produk Tembakau kepada DPR pada 2010 dan 2011. “Aspek dasar yang menjadi kajian kami dalam melakukan penyusunan naskah akademis dalam RUU tersebut meliputi aspek perlindungan kesehatan masyarakat, perlindungan anak. perlindungan konsumen, ekonomi, tenaga kerja, aspek industri, dan aspek pendapatan negara,” katanya, di Jakarta, Kamis (27/12).

Draf RUU Pengendalian Produk Tembakau yang diusulkan itu mencakup beberapa pasal penting. Pasal itu antara lain menyangkut pengaturan pelarangan penjualan produk tembakau bagi anak di bawah usia 18 tahun, larangan melibatkan anak dalam kegiatan promosi, produksi, dan penjualan produk tembakau. Selain itu. dalam naskah RUU itujuga terdapat pasal yang mengatur pembatasan yang lebih ketat terkait iklan maupun promosi produk tembakau, serta pencantuman peringatan kesehatan yang lebih besar dan jelas.

Akses Kredit

Sementara itu, Wakil Ketua Umum AMT1, Budidoyo menambahkan, pemerintah perlu lebih memperhatikan nasib petani tembakau. Salah satunya adalah dengan membantu memberikan akses kredit kepada para petani tembakau.Hingga kini, petani tembakau masih kesulitan mendapatkan pinjaman modal dan itu berdampak pada rendahnya kualitas tembakau yang dihasilkan. “Akses kredit untuk produk tembakau sangatlah sulit, padahal sektor tembakau telah menyumbang pendapatan negara melalui cukai rokok sebesar Rp 87 triliun per tahun.” katanya.Dia menuding, pemerintah hanya ingin mendapatkan pendapatan dari cukai rokok, tapi tidak mau membantu petani tembakau agar lebih sejahtera. Selain itu, industri tembakau, baik dari hulu hingga hilir mampu menyerap banyak tenaga kerja.

Print Friendly, PDF & Email
line