Industri Rokok Gunakan Pekerja Outsourcing

Industri Rokok Gunakan Pekerja Outsourcing

By. Andhika

Pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja telah menerbitkan Peraturan Menteri tentang pelaksanaan jenis pekerjaan alih daya.

INDUSTRI rokok menjadi bisnis potensial di Indonesia. Terlebih, konsumen perokok di Tanah Air jumlahnya besar.Namun sayang, bcrgairah-nya industri rokok kerap dimanfaatkan perusahaan rokok raksasa dengan mLnggunakan sistem kefja kontrak atau outsourcing, yang banyak merampas hak pekerja.Hasil penelitian yang dilakukan Partisipasi Indonesia menunjukkan bahwa industri rokok menggunakan sistem outsourcing. Hal itu dilakukan dengan cara menyerahkan kegiatan produksinya kepada pihak keiinjPenyerahan pekerjaan kepada pihak ketiga dalam industri rokok merupakan pelanggaran. Pekerjaan yang diserahkan tersebut seperti melinting rokok merupakan pekerjaan utama dan status pekerjanya harus tetap,” kata koordinator LSM Peneliti Indom-M.i. \ni- Vryanto ketika dihubungi di Jakarta, Kamis (6/12).

Arie mengungkapkan telah melakukan penelitian terhadap Mitra Produksi Sigaret (MPS) PT HM Sampoerna (Produsen rokok Sampoerna) sebagai sample. Dipilihnya MPS Sampoerna sebagai fokus penelitian karena dua alasan pokok. Pertama, Sampoerna merupakan produsen rokok nasional terbesar yang mengalami proses perali-hiin kepemilikan sejak diakuisisi oleh PT Philip Morris Indonesia pada 2005.Kedua, dalam postur industri rokok nasional yang bersifat oligopoli. Sampoerna hingga saat mi merupakan penguasa pasar terbesar (31,1 persen) dengan pertumbuhan paling agresif. Dalam penelitian ini terungkap, bila Sampoerna juga imKikukan perluasan pasar dan peningkatan produksi dengan metode berbiaya lebih murah, yaitu dengan menyerahkan produksi rokoknya pada pihak ketiga (Third Party Operation).

Sistem kerja sama produksi adalah MPS. Sampoerna memproduksi rokok kretek denganmempergunakan 38 MPS yang tersebar di Pulau Jawa, yang sceara keseluruhan memiliki lebih dari 60 ribu orang karyawan. Sampoerna yng mengoperasikan delapan pabrik rokok (enam pabrik Sigaret Keretek Tangan.SKT dan dua pabnk Sigaret Keretek Mesin SKM) dan mendistribusikan melalui 65 kantor penjualan di seluruh Indonesia hanya sekitar 28.300 orang.Arie menilai penerapan MPS oleh Sampoerna dalam temuanpenelitian ini merupakan praktik outsourcing dengan menyub-kontrakan kegiatan produksi utama/inti {core bisnis) yaitu pelintingan rokok.”Im jelas telah melanggar UU No 13/2003 pasal 66, tentang pelarangan praktik outsourcing dalam core bisnis di suatu perusahaan. Tanpa perdebatan panjang, tentunya semua mafhum bahwa dalam industri rokok, aktivitas melinting merupakan core bisnis, yang menurut undang-undang tidak bisadilimpahkan oleh pihak lain selain hubungan antara pemberi kerja dan pekerja, dalam sebuah hubungan kerja,” kata Arie menjelaskan.

Pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja telah menerbitkan Peraturan Menteri tentang pelaksanaan jenis pekerjaan alih daya (outsourcing). Dalam aturan baru ini, pekerjaan outsourcing ditutup, kecuali untuk lima jenis pekerjaan, yaitu Jasa pembersihan (cleaning service), keamanan, transportasi, kateringdan jasa migas pertambangan, dengan pola hubungan kerja dengan PPJP (Perusahaan Pengerah Jasa Pekerja).Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan penelitian yang dihasilkan Partisipasi Indonesia itu semakin menegaskan bahwa sistem outsourcing sudah menyebar ke seluruh sektor industri. Dengan terbitnya Permenakertrans Outsourcing, Iqbal mengatakan ada potensi besar pekerja yang tadi-nya berstatus pekerja outsourcingberalih menjadi tetap. Khususnya bagi perusahaan yan menggunakan jasa perusahaan outsourcing di luar lima jenis pekerjaan.”Untuk bisa mewujudkan itu, peran penting untuk terim-plementasinya Permenakertrans Outsourcing itu berada di pegawai pengawas ketenagakerjaan.” kata Iqbal. Dia mengatakan koalisi serikat pekerja yang tergabung dalam Majelis Pekerja BuruhIndonesia (MPB1) akan membantu pemerintah mengawal Permenakertrans itu. Misalnya, membentuk Satgas untuk men data berapa jumlah pekerja yang berstatus kontrak dan outsourcing di berbagai perusahaan. “Nantinya, data yang di-, hasilkan akan diserahkan kepada dinas tenaga kerja, agar petugas pengawas ketenagakerjaan menegur perusahaan yang dinilai melanggar aturan,” katanya menegaskan.Andhika

Print Friendly, PDF & Email
line