Hasil Cukai Seharusnya 100 Persen untuk Sektor Kesehatan

Sumber media : Suara karya

By. Triwahyuni

JAKARTA (Suara Ksirya) Pemerintah seharusnya tidak menjadikan dana bagi hasil cukai rokok sebagai pemasukan uang negara. Dana tersebut 100 persen dikembalikan ke masyrakat untuk kegiatan yang berhubungan dengan pengendalian konsumsi rokok mulai dari promosi hingga layanan kesehatan.”Pemerintah menerima Rp 70 triliun dari cukai rokok tetapi mengalokasikan hanya 30 persen untuk sektor kesehatan. Bahkan, dana Jamkesmas hanya Rp 7 triliun,” kata Prof Hasbullah Thabrany dari Pusat Kajian dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia (UI) yang juga Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI dalam diskusi tentang cukai, rokok yang digelar Lembaga Demografi Fakultas Ekonovni UI, di Jakarta, Selasa (15i/l).Prof Hasbullah menjelaskan, dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) diatur dalam Undang-Undang (UU) No 39/2007 tentang, cukai. Pasal 66A ayat 1 UU itu menyebutkan penerimaan cukai hasil tembakau sebesar 2 persen dibagikan ke provinsi penghasil cukai hasil tembakau.

“Seharusnya dana bagi hasil cukai rokok bisa dipergunakan sepenuhnya untuk promosi dan layanan kesehatan sebagai respon dampak negatif dari rokok,” ujarnya.Ditambahkan, banyak orang yang enggan berhenti merokok karena bahaya kesehatan yang mengancam tidak datang secara langsung, melainkan secara perlahan.Apalagi harga rokok di Indonesia terbilang murah jika dibandingkan negara lain.Dalam setahun, Prof Hasbullah memperkirakan ada sekitar 600.000 orang yang meninggal karena rokok. Tapi kebanyakan pe-rok6k yang meninggal karena penyakit akibat rokok membutuhkan waktu yang lama.Banyak orang yang tak menyadari bahaya rokok. Karena itu promosi kesehatan memainkan peran yang tak kalah penting agar orang tidak lagi merokok, selain mengobati para perokok yang sudah terkena penyakit, ujarnya.

 

Hal senada dikemukakan peneliti dari Lembaga Demografi FEUI, Abdillah Ahsan. Selain untuk alokasi di bidang kesehatan, DBHCHT juga dialokasikan juga untuk peningkatan kualitas tembakau, pembinaan industri, sosialisasi ketentuan di bidang cukai dan pemberantasan barang kena cukai ilegal.”Untungnya masih ada alokasi untuk kesejahteraan sosial dan pengendalian kesehatan, tak hanya untuk industri dan petani tembakau saja,” ujarnya.Dari kelima alokasi itu, lanjut Abdillah, alokasi untuk kesehatan mengambil porsi sekitar 50 persen. Namun, penggunaannya lebih kepada pembangunan infrastruktur seperti pengadaan mobil ambulans atau membangun rumah sakit daripada untuk pengendalian konsumsi rokok.Sedikit untuk mengendalikan konsumsi rokok,” katanya menegaskan.Pada kesempatan itu dipaparkan pengalaman Thailand dalam pengendalian konsumsi rokok. Seperti dikemukakan Bungon Ritthi-phakdee, Direktur Southeast Asia Tobacco Control Alliance Thailand, cukai rokok sebesar 2 persen sepenuhnya digunakan untuk promosi dan pengendalian rokok.

Pemungutan cukai di Thailand memang tidak hanya rokok, tapi juga cukai alkohol menjadi rangkaian pungutan yang digunakan untuk layanan kesehatan publik.”Pungutan cukai dikelola oleh lembaga terpisah dari pemerintah yang disebutnya ThaiHealth. Lembaga otonom yang berada dibawah perdana menteri itu diawasi parlemen dalam penggunaan dananya. Masyarakat pun dapat mengakses dana tersebut untuk kegiatan kriteria promosi dan pengendalian rokok dan alkohol,” kata Ritthiphakdee.Ditambahkan Ritthiphakdee, Thaihealth dibentuk pada tahun 2001 setelah makin banyak penduduk Thailand yang merokok dan meninggal akibat rokok. Dari 65 juta penduduk Thailand, yang merokok 10 juta orang. Dari jumlah itu sebanyak 52 ribu dilaporkan meninggal akibat rokok.”Setelah terbentuknya Thaihealth, jumlah perokok dan peminum alkohol berkurang sekitar 10 persen. Dana yang bisa dihemat pemerintah untuk konsumsi rokok dan layanan mencapai 500 juta dollar,” kata Ritthiphakdee menandaskan. (Triwahyuni)

Print Friendly, PDF & Email
line