Rokok Ancam Bonus Demografi Indonesia

kompas, 27 Februari 2013

Rokok menjadi ancaman bagi bonus demografi Indonesia. Perokok usia 15-19 tahun terus meningkat. Risiko penyakit dan kematian akibat rokok saat mereka menginjak usia produktif, 25-35 tahun, diprediksi tinggi. Hal ini mengganggu produktivitas penduduk. Perawatan kesehatan mereka juga membebani keuangan negara.Riset Kesehatan Dasar 2013 menyebutkan, perokok usia 15-19 tahun mencapai 34,2 persen pada 2007. Pada 2013, jumlahnya meningkat menjadi 36,3 persen. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2011 menyatakan, 300.000 kematian di negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pada orang berusia 30 tahun ke atas setiap tahun teijadi akibat rokok.

 

Ketua Pusat Dukungan Pengendalian Tembakau Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Kartono Mohamad yang ditemui seusai konferensi pers hasil International NGO Summit on the Prevention of Drugs, Tobacco, and Alcohol Abuses, Rabu (26/2), di Jakarta, memaparkan, dampak dari rokok, seperti kanker, gangguan jantung, dan penyakit paru, tidak terjadi secara langsung, melainkan baru terlihat 10-15 tahun kemudian. Di-khawatirkan hal itu bisa membuat Indonesia tidak menikmati bonus demografi karena produktivitas penduduk terganggu.Pendiri Yayasan Pengembangan Media Anak, Nina Armando, menyatakan, remaja menjadi sa-saran utama industri rokok. Remaja mudah dipengaruhi dengan iklan dan berpotensi menjadi pelanggan yang loyal pada masa depan.

 

Tidak efektif

 

Meski ada upaya menekan dampak buruk tembakau, misalnya lewat kawasan tanpa rokok, hal itu tidak efektif. Pasal 18 Peraturan Gubemur DKI Jakarta Nomor 88 Tahun 2010 menyebutkan, tempat atau ruangan merokok harus terpisah, di luar gedung, dan letaknya jauh dari pintu keluar gedung. Selain itu, menurut Pasal 41 Ayat (2) juncto Pasal 13 Ayat (1) Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pen-cemaran Udara, setiap orang yang merokok di kawasan dila-rang merokok diancam pidana kurungan paling lama 6 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 50 juta. Namun, penegakan hukum yang tidak tegas membuat pemilik gedung tetap mem-fasilitasi para perokok di dalam ruangan.Beberapa pusat perbelanjaan, seperti Pondok Indah Mall dan SenayanCity, masih membiarkan restoran menyediakan ruangan bagi perokok. Tidak hanya itu, Gedung DPR yang jelas memasang stiker kawasan dilarang merokok juga tetap dipenuhi asap rokok dan petugas keamanan tidak ada yang memperingatkan. ’’Penegakan hukum, disiplin, dan kesadaran masyarakat yang sangat kurang membuat aturan ini tidak efektif. Jelas diatur, tetapi tidak pemah ditegakkan,” ujar Kartono.

 

Print Friendly, PDF & Email
line