Rl Tunda Ratifikasi FCTC

 

Bisnis Indonesia, 11 Maret 2014

Pemerintah dipastikan tidak akan meratifikasi FCTC pada 2014 yang selama ini menjadi perdebatan panjang antara kelompok proindustri rokok dan yang antitembakau. Sudah pasti, keputusan ini disambut gembira oleh pengusaha.Penundaan ini tak lepas dari langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang belum menandatangani ratifikasi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).Pemyataan itu disampaikan oleh Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Mam pada akhir pekan lalu. Dipo mengatakan belum ada rencana pemerintah untuk menyetujui FCTC. Uingga kini, draf peraturan presiden (perpres) urituk ratifikasi itu bahkan belum diterima Sekretariat Kabinet.“Jadi saya hendak luruskan, belum ada dan tidak ada yang mengatakan bahwa Presiden telah menyetujui untuk ratifikasi FCTC itu,” kata Dipo seperti yang dikutip dari situs resmi Seskab mvw.setkab.go.id, Senin (10/3).

 

Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Hasan Oani Azis mengatakan keputusan Presiden untuk tidak meratifikasi FCTC merupakan langkah bijak pemerintah untuk melindungi nasib jutaan petani tembakau dan keberadaan rokok kretek dalam negeri.Dia mengatakan sejumlah negara maju membela nasib petani dan industri rokok dengan tidak ikut meratifikasi FCTC.“Contohnya Amerika Serikat dan Swiss, sarnpai sekarang belum meratifikasi. Sepantasnya kita mencontoh negara maju,” ujar Hasan Oani Azis, kepada Bisnis.Menurutnya, bila ditinjau dari aspek keekonomian, rokok kretek khas Indonesia akan terancam jika FCTC diterapkan. Seba gaimana diketahui kretek adalah rokok khas Indonesia dan tidak satu pun negara lain di dunia yang memproduksinya. Kretek sejak pertama kali diciptakan pada akhir abad ke-19 adalah kategori rokok beraroma karena mengandung cengkih dan rempah-rempah alami Indonesia.Hasan mengatakan dengan penguasaan pasar kretek (baik SKM/mesin maupun SKT/tangan) di Indonesia mencapai 93% dan dengan nilai pasar sekitar Rpl95 triliun dari total omzet rokok Rp205 triliun.“’Tentu saja berbagai peraturan yang mengarah pada pengaturan ingredient [kandungan] akan ber-dampak pada struktur pasar kretek pada masa mendatang,” ujarnya.

 

TETAP RATIFIKASI

 

Pusat Sumber Daya Hukum Pengendalian Tembakau memin-ta kepada Presiden cepat mengambil keputusan dengan segera meratifikasi FCTC demi menyelamatkan Indonesia di mata dunia.Pasalnya, saat Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asean, Asia Pasifik dan di negara-negara OKI (Konferensi Negara-negara Islam) kecuali Somalia yang belum mengaksesi FCTC.Koordinator Pusat Pengendalian Sumber Daya Hukum Pengendalian Tembakau Indonesia Tubagus Haryo Karbyanto menuding pemerintah selama ini lamban dalam mengambil keputusan bahwa kebijakan itu berdampak pada kesehatan manu-sia.“Kami minta pemerintah berkomitmen melindungi generasi sekarang dan mendatang dari konsekuensi kesehatan, konsumsi tembakau dan paparan asap rokok yang salah satunya segera meratifikasi FCTC,” tuturnya.

 

 

Print Friendly, PDF & Email
line