Remaja Dominasi Perokok Aktif di Indonesia

Jumlah remaja perokok di Indonesia setiap tahunnya meningkat. Mereka umumnya dihasilkan dari orangtua/lingkungan perokok.
INDONESIA kembali mendapat julukan tidak mengenakkan dari dunia internasional. Kali ini dengan julukan negara baby smoker karena jumlah perokok terbanyak di Indonesia dari usia remaja dan anak-anak.”Ini jelas memalukan dan memang fakta yang harus kita terima karena memang data atau jumlah perokok terbanyak di Indonesia dari kalangan anak dan remaja,” ungkap Ketua Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Aris Merdeka Sirait saat berbicara dalam Advokasi Penerapan Perda KTR bagi wartawan di Hotel Santi Denpasar, Bali, kemarin.Menurut Aris, hingga saat ini ada 69% remaja di Indonesia menjadi perokok aktif. Mereka tinggal dalam lingkungan dan keluarga perokok. Selain itu, ada 89 juta anak yang terpapar asap rokok dan terancam rusak kesehatannya.

Dari jumlah tersebut ada 230 ribu anak yang di bawah usia 10 tahun sudah menjadi perokok aktif. “Data terakhir di Sukabumi misalnya, ada seorang anak berusia 11 bulan sudah jadi perokok aktif. Dia setiap 5 menit sekali ada perubahan perilaku atau sakau bila tidak merokok, inilah salah satu fakuunengapa Indonesia dijuluki sebagai negara baby smoker oleh negara lainnya di dunia karena peristiwa serupa tak ditemukan di negara lain,” ujarnya.Aris mencontohkan China. Meski China merupakan negara terbesar jumlah pe-rokoknya di dunia, tak ditemukan kasus baby smoker ini. Itu karena pemerintah-nya melakukan kontrol ketat terhadap industri rokok.Di Indonesia sebaliknya, ungkap Aris, pemerintah malah mengizinkan produsen rokok untuk menyebarluaskan iklan produknya. Hasilnya bisa kita rasakan dan mamgu menarik seseorang untuk menjadi pecandu rokok.Dari data yang diungkap produsen rokok, jelas Aris, disebutkan perokok aktif sebanyak 89 juta orang. Jika di antara jumlah perokok itu mereka masing-masing memiliki satu anak, sambung Aris, terdapat 89 juta anak Indonesia yang sudah mengisap asap rokok sebagai perokok pasif. Dari telegram para produsen rokok yang sampai ke tangan Aris, anak-anak muda yang masih berusia belasan merupakan target penting bagi penyebaran produk rokok yang mereka pasarkan. “Bahkan, kami juga mendapati anak-anak juga menjadi sasaran penting.”

Gugatan class action

Komnas PA akhir Mei ini akan menggugat pemerintah berkaitan dengan regulasi rokok. Saat ini, menurut Aris, pihaknya mempersiapkan seluruh materi yang berkaitan dengan rencana gugatan class action (perwakilan masyarakat). “Kami sudah colecting data dan sedang melakukan analisis akademisnya. Akhir Mei ini gugatan itu kami ajukan,” tekad Aris.Dilayangkannya gugatan itu. Aris beralasan, lantaran pemerintah dinilainya kalah oleh produsen rokok. “Kami juga mengadvokasi peringatan bergambar. Sudah lama negeri ini kalah dari produsen rokok. Wajar sih, sama ormas saja peme-rintah-kalah kok,” ucap Arfs miris. Keka lahan pemerintah yang dimaksud Aris dimulai ketika pembahasan RUU Tembakau yang heboh dengan hilangnya Pasal 113. “Pasal itu menyatakan jika rokok adalah zat adiktif. Tapi, pasal itu hilang secara tiba-tiba. Sepertinya akan ada intervensi hingga tingkat perda,” kata Aris. Menurut Aris, gugatan yang akandilayangkannya akhir bulan ini tak mementingkan kalah dan menang. Yang terpenting baginya, masyarakat sudah ikut ambil bagian mengingatkan pemerintah terkait bahaya rokok. Ia mengaku tak habis pikir dengan ambivalensi antara perusahaan rokok dan perusahaan minuman keras. “Dua-duanya sama zat adiktif. Tapi minuman keras dilarang mengiklan, rokok diberi kebebasan.” (OL/N-4)arnold@mediaindonesia.com
By. Arnoldus Dhae

Print Friendly, PDF & Email
line