Merokok Bukan Hak Asasi Manusia

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Ifdhal Kasim tidak sependapat dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memandang merokok adalah hak asasi.Menurutnya, merokok bukanlah hak dasar manusia yang dilindungi Undang-undang. “Merokok bukan hak asasi, bukan hak yang harus dilindungi,” kata Ifdhal saat ditanya wartawan mengenai hak asasi tentang rokok, di kantornya, di ialan Latuharhary. Menteng. Jakarta Pusat, kemarin.Ifdhal menilai, hak untuk merokok bukanlah hak dasar manusia. Larangan merokok tidak akan membuat seseorang kehilangan martabat sebagai seorang manusia. Tanpa merokok malahan kesehatan manusia terjaga dengan baik.Seperti diketahui, Dalam keputusannya, mengenai uji materi pasal 115 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, MK menghapus kata dapat tentang penyediaan ruangan merokok. Sekarang isi pasal berbunyi tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya menyediakan tempat khusus untuk merokok. Artinya tempat umum kini harus menyediakan ruangan untuk merokok.

Ketua MK Mahfud MD mengatakan, merokok merupakan hak asasi. Dia memahami rokok itu memang berbahaya tapi merokok itu tidak dilarang.Pengamat kebijakan publik, Andrinof Chaniago berpendapat keputusan MK tidak perlu dipersoalkan. Karena memang merokok tidak dilarang Undang-Undang. Kini yang perlu diatur bagaimana hak non perokok untuk menghirup udara bebas bisa ter-lindungi. Hal tersebut bisa dilakukan dengan membuat peraturan yang tegas yang mengatur hukuman bagi para perokok yang tidak merokok di tempat yang telah disediakan dan diatur Undang-Undang.Masalahnya di sini, apakah aparat penegakan hukum siap bila peraturannya dibuat.Apa hukuman yang tepat untuk pelaku pelanggaran? Andrinof menjawab tentunya hukuman yang bisa menimbulkan efek jera misalnya memberi hukuman sosial seperti menyapu jalan. Dia tidak setuju pemberian hukuman denda. Karena pemberian denda hanya membuka peluang penyelewengan.

Sementara itu. pemerintah kini terus berupaya menekan jumlah perokok. Pemerintah berencana mewajibkan pengusaha rokok memberikan peringatan dengan gambar gambar bahaya merokok di bungkus rokok. Peraturan itu sedang disusun dalam Peraturan Pemerintah (RPPi tentang pengamanan produk tembakau.”Di setiap bungkus rokok disepakati ada warning atau peringatan baik berupa tulisan maupun berupa gambar yang luasannya adalah 40 persen di setiap sisinya,” ujar Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) Agung Laksono.Wakil Menkes Ali Ghufron Mukti mengatakan Kementerian Kesehatan sendiri pada awalnya mengusulkan peringatan bergambar tersebut paling tidak berukuran 50 persen dari kemasan rokok. Namun, karena hal im merupakan proses panjang yang melibatkan banyak pihak, maka disepakati menjadi 40 persen. Alt
By. alt

Print Friendly, PDF & Email
line