Masyarakat Pilih Rokok ketimbang Telur Ayam
Media Indonesia, 26 September 2013
KONSUMSI protein hewani masyarakat Indonesia masih jauh di bawah konsumsi negara tetangga di ASEAN seperti Filipina, Malaysia, dan Thailand. Masyarakat Indonesia cenderung memilih sebatang rokok untuk dikonsumsi ketimbang sebutir telur ayam yang harganya setara dengan sebatang rokok.“Konsumsi daging ayam masyarakat Indonesia sekitar 7 kg per kapita per tahun. Padahal, di Thailand mencapai 16 kg dan Malaysia 38 kg,” ujar Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) Ruri Sarasono saat jumpa pers Festival Ayam dan Telur 2013, di Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta, kemarin.Menurut Ruri yang menjadi ketua panitia festival tersebut, konsumsi telur masyarakat Indonesia setara dengan 87 butir, di bawah Thailand yang mengonsumsi 145 butir dan Malaysia dengan 311 butir perkapita per tahun.“Banyak anggapan rendahnya konsumsi disebabkan rendahnya daya beli. Ini tidak benar, harga sebutir telur ayam kira-kira sama dengan sebatang rokok. Tetapi faktanya konsumsi rokok 1.108 batang per kapita per tahun atau tiga batang rokok per orang per hari.”
Untuk mempromosikan daging ayam dan telur sebagai sumber protein hewani murah dan berkualitas itu. Federasi Masyarakat Perung-gasan Indonesia (FMPI) akan menggelar Festival Ayam dan Telur 2013 pada 3-5 Oktober 2013 di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta.Sementara itu, terkait dengan kenaikan harga ayam potong di pasaran, Direktur Perbenihan Perbibitan Ternak Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Abubakar menuturkan hal itu terjadi lantaran adanya persoalan tata niaga.“Harga daging ayam jadi Rp30 ribu-Rp35 ribu per ekor padahal di peternak, ayam hidup Rpl2 ribu per ekor. Persoalannya ada di tata niaga,” ujar Abubakar.Menurutnya, memang terjadi kenaikan harga bibit ayam (day old chick) dari RpS.OOO per ekor menjadi Rp6.750 per ekor yang disebabkan lonjakan harga pakan ternak.“Memang ongkos naik, tetapi di tingkat peternak. Itu harga ayam sudah termasuk ongkos produksi. Makanya ada peternak yang menjual ke pedagang hanya Rpl2 ribu per ekor,” ungkap Abubakar. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Syukur Iwantoro menyebutkan stok telur ayam selama September sekitar 187 ribu ton, dengan kebutuhan 140 ribu ton. “Stok daging ayam sekitar 124 ribu ton, sementara kebutuhannya hanya 89 ribu ton. Surplusnya 35 ribu ton.”