Hidup Tanpa Asap Rokok

Hidup Tanpa Asap Rokok

By. Kencana Sari

Staff Peneliti di Pusat TeknologiIntervensi Kesehatan Masyarakat,Badan Penelitian danPengembangan Kesehatan,Kementerian Kesehatan.

Tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari hak asasi manusia. Banyak aspek yang terkait dengan hak asasi, untuk sehat salah satunya. Bebas dari asap rokok juga merupakan hak setiap orang tanpa memandang status sosial ekonominya. Sepele kelihatannya tapi berdampak besar di waktu panjang. Apa pula yang terjadi setelah hampir lima tahun larangan merokok di tempat umum diberlakukan di jakarta? Kenyataan yang terjadi adalah semakin hari lingkungan umum semakin tidak nyaman. |ika Iata pergi ke mall besar dan rumah sakit “mahal” larangan merokok memang masih berlaku. Tetapi pemandangan berbeda kita jumpai jika pergi ke “mall rakyat” seperti pusat grosir dan pusat perdagangan lainnya, asap rokok bukanlah pemandangan asing.

Betul, gedungnya memang nyaman ber-air conditioner. Namun, tidak senyaman yang seharusnya. Banyak mereka yang tak peduli hak orang lain untuk sehat, merokok di dalamnya. Tanda dilarang merokok juga terpampang jelas, tapi tak lagi dilihat.Ada ketidakadilan. Mereka yang mampu berbelanja ke mall yang sangat nyaman dan terlarang untuk asap rokok. Tetapi bagaimana dengan golongan menengah ke bawah, yang lebih sering berkunjung ke pusat per-dagangan yang mempunyai nilai plus asap rokok? Apakah hak untuk benar-benar bebas dari asap rokok hanya milik kaum atas?Fakta lain adalah tentang polusi asap rokok berkaitan dengan transportasi umum. Seringkali Anda yang menggunakan transportasi umum terpapar asap rokok ketika sedang menunggu kendaraan umum di halte bus, stasiun atau bahkan di dalam kendaraan itu sendiri?

Data hasil Global Adults Tobacco Survey di Indonesia menunjukkan bahwa mereka yang menggunakan transportasi umum 70% terpapar oleh asap rokok. |ika dibandingkan, mereka yang punya kendaraan pribadi lebih sedikit kemungkinan terpapar asap rokok karena lebih jarang menggunakan kendaraan umum.Tidak heran jika kaum yang sosial ekonominya rendah akan memiliki status kesehatan yang lebih rendah dibanding dengan mereka yang berstatus sosial ekonomi tinggi Menurut data survey nasional seperti Survei Sosial Ekonomi Nasional, Riset Kesehatan Dasar, dan Global Adult Tobacco Survey di Indonesia menunjukkan bahwa jumlah pria yang aktif merokok meningkat dengan signifikan yaitu 53,9% tahun 1995 menjadi 67% pada tahun 2011. Hasil ini menempatkan Indonesia sebagai peringkat nomor satu di dunia dalam hal jumlah persentase perokok pria. Angka daily smokers paling tinggi berada pada mereka yang berusia 45-64 tahun berkisar 33% dan bekerja sebagai wiraswasta yaitu 43%. Sejak lima belas tahun terakhir Indonesia lewat beberapa peraturan telah memerangi rokok di-antaranya adalah kenaikan berkala pajak rokok, perluasan area bebas rokok, fasilitas tempat kerja, dan transportasi umum, juga kewajiban bagi produsen mencantumkan peringatan bahaya merokok pada kemasan rokok.

 

Selain itu juga membatasi waktu-waktu siaran iklan pada jam-jam tertentu. Tetapi bagaimana dampakya terhadap penurunan jumlah perokok? Masih tanda tanya. Menteri Kesehatan pun menyalakan bahwa kita telah kecolongan mencegah dan mengintervensi pe-rokok, hinggaangka perokok masih saja tinggi.Media atau iklan tentang rokok memegang peran penting terhadap tingginya angka merokok. Hal ini terbukti bahwa 82% atau 4 dari lima orang dewasa mengetahui tentang rokok lebih dari iklan dan promosi dibandingkan dari suatu toko atau sponsorship kegiatan.Fakta lainnya di masyarakat adalah walaupun mereka mengetahui bahaya merokok bahwa dapat menyebabkan penyakit serius seperti serangan jantung, kanker paru tetapi angka merokok di Indonesia tetap saja tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa 72% masyarakat mengetahui tanda peringatan yang tercantum di kemasan rokok tetapi hanya sebagian (27%) dari mereka yang be-rencana berhenti merokok karena membaca peringatan itu.

Dari jumlah itu yang benar-benar berhenti merokok kita tidak pernah tahu. Jika kita lihat peningkatan jumlah perokok yang cukup tinggi juga selama lima belas tahun terakhir, apakah semua upaya yang telah dilakukan cukup untuk mencegah orang tidak merokok dan membuat orang berhenti merokok? Apakah memang peraturan dan ketegasan pemerintah yang kurang atau juga kesadaran masyarakat yang tidak ada, bahkan lebih buruknya mungkin kedua-duanya? Kenapa kita tidak mencoba lebih tegas lagi seperti halnya yang dilakukan pemerintah Thailand juga beberapa negara lainnya termasuk Australia? Mereka menempatkan gambar-gambar “seram” tentang bahaya penyakit yang diakibatkan merokok. Atau juga langkah lainnya adalah mempertinggi pajak iklan atau sekaligus melarang iklan rokok di media pada jam kapanpun.

Beberapa hal yang direkomendasikan dan tertuang dalam laporan Global Adults Tobacco Survey yaitu diantaranya pengendalian rokok akan didesain untuk berbagai produk tembakau sehingga masyarakat mempunyai akses yang equal terhadap informasi dan program intervensi, meningkatkan kapasitas pelayanan kesehatan dan membuat fasilitas yang menyediakan upaya untuk dapat berhenti merokok, kebi-jakan 100% bebas asap rokok di semua tempat umum dan lingkungan kerja, iklan gerakan anti rokok di media, pembatasan iklan rokok.Walaupun mungkin dalam pelaksanaannya nanti akan terkendala karena banyaknya pemain di belakang industri rokok yang akan menentang segala sesuatu yang berkaitan pelarangan rokok dan merokok. Namun, apakah kita akan menyerah sebelum bertempur melihat kerugian jangka panjang yang diakibatkan oleh rokok? Mengingat kerugiannya tidak hanya bagi si perokok tapi juga wanita, ibu, dan anak-anak penerus bangsa yang berstatus passive smokers. Bebas asap rokok merupakan hak setiap orang. Hak ibu dan anak bahkan anak yang sedang dalam kandungan untuk mencium udara tanpa asap rokok.

Kabar baiknya adalah Menteri Kesehatan kita sudah mengetahui berbagai fakta seputar rokok dan merokok di Indonesia. Perencanaan tentang memerangi rokok sedang berjalan. Marilah kita tunggu langkah-langkah beliau terutama untuk menciptakan fasilitas umum dan tempat kerja benar-benar 100% bebas dari asap rokok.Sekarang tinggal bagaimana menyadarkan masyarakat, khususnya perokok, bahwa hak meng-hisap kenikmatan ketika merokok jangan sampai melupakan kewajiban menghargai hak orang lain, (uga jangan melalaikan hak anak dan wanita untuk hidup sehat tanpa asap rokok. Seperti halnya orang mau menyeberang jalan, paling tidak para perokok ini mau untuk sekadar melihat ke kanan dan ke kiri, apakah sudah aman sebelum merokok.*

Print Friendly, PDF & Email
line