Ada Kolaborasi DPR dan Industri Rokok

Suara Pembaharuan, 7 Januari 2014

Rapat Paripurna DPR pada pertengahan Desember 2013 lalu telah memutuskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan menjadi prioritas. Panitia Kerja (Panja) di Badan Legislatif (Baleg) DPR pada masa sidang tahun ini segera melanjutkan pembahasan RUU tersebut.Tubagus Haryo dari Komisi Nasional (Komnas) Pengendalian Tembakau dan Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) mengatakan, memasuki tahun politik, ada kekhawatiran RUU ini akan menjadi mesin ATM bagi para para calon legislatif (caleg) untuk biaya kampanye dan promosi. Kecenderungan kolaborasi industri rokok dengan beberapa anggota di DPR ini mendorong mereka untuk mengejar target menyelesaikan RUU tersebut.Sebaliknya, kata Tubagus, tahun politik ini juga menjadi strategis buat masyarakat untuk meneliti caleg yang akan dipilih. Sudah saatnya masyarakat mulai kritis dan cermat, jangan sampai memilih caleg yang memiliki rekam jejak berpihak pada industri rokok.

 

“Kita taliu dari lima orang terkaya di Indonesia, dua di antaranya pemilik pabrik rokok. Bisa jadi RUU ini jadi prioritas karena itu. Ini menjadi keprihatinan kita,” ujar Tubagus, yang juga ada-lah Koordinator Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau Indonesia, kepada SP, di Jakarta, Minggu (5/1).Komnas Pengendalian Tembakau sendiri terus mendesak DPR untuk tidak meneruskan pembahasan RUU ini karena penuh indikasi kolaborasi. Selain karena draf dan naskah akademisnya belum siap, RUU ini mendapatkan penolakan dari banyak pihak, termasuk di DPR sendiri.Dari berbagai draf yang ada, papar Tubagus, semuanya pro terhadap industri rokok. Di samping melemahkan peraturan pengendalian tembakau yang sudah ada, dan mengancam upaya aksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).“Misalnya, pembuat RUU ini masih bersikeras agar smoking room (ruangan untuk merokok) di dalam gedung tetap disediakan. Dari sisi kesehatan, ini sama saja dengan tidak ada pembatasan paparan asap rokok pada orang lain. Ketika ruangan merokok dibuka dan ditutup, asap rokok bisa menyebar ke lingkungan sekitar,” ucapnya.

 

Peringatan Bergambar

 

Karena alasan ini pula, Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan Pergub 88/2010 tentang kawasan yang dilarang merokok. Kalau pun isi RUU Pertembakaun ini memaksakan adanya smoking room, harus di luar dari gedung utama, berupa ruang terbuka dan jauh dari lalu lalang orang.Juga ada kecenderungan RUU ini akan mengembalikan peringatan kesehatan hanya berupa tulisan seperti yang ada saat ini. Padahal mulai Juni 2014 ini, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 tentang Pengamanan Produk Tembakau Bagi Kesehatan, semua rokok yang beredar di Indonesia harus mencantumkan peringatan bergambar.“Ini menunjukkan ada keinginan kuat untuk melemahkan aturan yang sudah ada, dan kembali membebaskan iklan dan sponsorship kepada industri,” katanya.

Print Friendly, PDF & Email
line